Limitasi

Hello blog.. saya mengucapkan salam kepada blog, kalo salam ke pembaca, itu lain urusan. Halo para pembaca sekalian, apa kabar anda hari ini? Baik-baik saja saya harap. Nah, itu baru saya menyapa para pembaca, urusan menyapa blog tak lagi jadi soal (karena sudah saya sapa lebih dulu.)

Ah, apa lagi yang akan saya tulis kali ini? ah, terserah saya saja lah mau menulis apa. Wong ini blog punya saya kok. Tapi, masalahnya, saya mau nulis apa? dan tetap saja masalah itu menjadi masalah saya, bukan masalah para pembaca. Lah wong anda tinggal baca saja.


Baiklah, mulai serius ah sekarang. Masih mengenai seni tulis menulis. Beberapa waktu lalu, saya sempat bertanya kepada dosen saya tentang bagaimana cara menulis yang baik. Terus terang terang terus, saya juga agak sedikit bingung dengan standar penulisan.. yang sering membuat saya bingung adalah tulisan seperti apakah yang dikategorikan sebagai tulisan yang bagus?

Paling tidak, setelah saya bertanya kepada sang dosen, saya menemukan hal menarik yaitu, limitasi.

Ternyata, limitasi dalam tulisan itu sangat penting. Dengan adanya limitasi, diharapkan bahwa tulisan tersebut menjadi tersegmentasi dan memiliki pangsa pasar nya sendiri. Bukan, yang saya maksud bukan tulisan yang komersial dan dijual di toko buku. Tetapi yang saya maksud dengan 'pangsa pasar' adalah bahwa tulisan tersebut memiliki para pembacanya sendiri. Seperti para remaja dan serial teenlit nya, para komikers dengan komiknya, para penggila bokep dengan hasil karya stensilannya, dan segala macamnya lagi.

Limitasi juga memudahkan penulis untuk menentukan akan dibawa ke genre apakah tulisannya itu. Penulis jadi lebih bisa berkonsentrasi akan tulisannya. Apakah ia ingin menulis karya yang berhubungan dengan politik? Apakah ia ingin menulis karya yang berhubungan dengan ekonomi? Apakah ia ingin menulis karya yang berhubungan dengan fiksi, non fiksi dan segala macam lainnya. Setelah penulis mensegmentasikan tulisannya, sekarang tinggal para pembaca yang memutuskan apakah ia ingin membaca karya tersebut atau tidak.

Yah, kira-kira cukup segini dulu artikel saya mengenai seni tulis menulis dan cukup segini dulu penjelasan saya mengenai limitasi. Memang, terkesan menggantung, tapi saya hanya membatasi panjang tulisan saya agar orang yang membacanya tidak bosan dan malah ngantuk duluan ketika baca tulisan saya kali ini.

Oh, apabila ada yang bertanya apakah saya melimitasi blog saya ini? saya rasa tidak. Saya belum se-idealis itu untuk mensegmentasikan tulisan saya ke dalam suatu bidang yang spesifik. Oh, dan tentu saja, setelah saya pikir-pikir lagi, limitasi juga salah satu unsur yang membuat tulisan itu menjadi 'bagus'.

Tapi tentu saja, 'bagus' atau 'tidak bagusnya' suatu tulisan bergantung kepada penilaian pembaca.


Menulis Berotot Isi Angin, dan Padat Bal-balan..

Menulis memang hobi saya. Adalah sesuatu hal yang sangat menarik apabila saya bisa menuangkan setiap pikiran saya ke dalam bentuk tulisan, dengan bahasa yang sederhana. Dengan menulis saya bisa melakukan apa saja yang saya mau, seperti menemukan sebuah dunia yang bisa saya kendalikan semaunya.

Menulis adalah seni. Semua orang bisa menulis, tapi tidak semua orang bisa menjadikan tulisannya menjadi sebuah karya seni. Akan tetapi, beruntunglah para penulis amatir, seperti saya tentu saja, karena menurut dosen saya seni itu adalah abstrak. Sesuatu hal yang bisa ditafsirkan semaunya oleh si penyimak, pendengar, dan dalam hal ini, oleh pembaca.


Ya, tampaknya saya setuju dengan pernyataan dosen saya itu. Menulis adalah seni yang bebas untuk diapresiasikan, bebas dikaitkan atau direlasikan dengan hal lain. Sesuatu yang tidak mengenal batasan. Setiap orang boleh menuliskan sesuatu, mau itu tulisan angin-anginan, tulisan bal-balan, sampai tulisan berotot padat berisi sekalipun. Oleh karena itu, setiap orang pun boleh berkomentar, mau itu komentar angin-anginan, komentar bal-balan, sampai komentar padat berisi sekalipun.

Seni adalah hal yang abstrak. Ketika saya melihat lukisan yang mirip monyet, tapi menurut orang lain itu mirip dengan kucing tengkurap kena kurap, merupakan hal yang boleh-boleh dan sah-sah saja. Begitu juga dengan tulisan. Begitu saya membaca tulisan orang, kalo menurut saya tulisan itu angin-anginan, tapi kalau menurut orang lain pertama tulisan itu adalah tulisan bal-balan, dan menurut orang lain ke dua tulisan itu adalah tulisan nan berotot padat dan berisi, adalah hal yang boleh-boleh dan sah-sah saja untuk dilakukan.

Lantas, seberapa penting peran komentar orang mengenai tulisan orang yang lainnya? Mau tak mau harus mau, kalau menurut saya juga (terserah dong, ini kan tulisan, tulisan saya.), itu penting. Bukaan, bukan sebagai wahana cari perhatian atau minta diperhatikan, saya masih cukup mempunyai rasa diperhatikan orang kok. Komentar itu penting agar jari saya, (dan para penulis lainnya yang mungkin sepaham tidak paham dengan saya) bisa terus menari. Siapa tau, dari tulisan saya yang ingin-berotot-padat-berisi ini ada komentar bal-balan dan angin-anginan yang bisa menginspirasi saya untuk membuat tulisan baru. Yah, mungkin tulisan yang berotot isi angin, plus padat bal-balan.

Jadi, menurut anda para pembaca, apakah tulisan saya ini hanya sekedar tulisan angin-anginan, tulisan bal-balan, tulisan berotot padat berisi? Atau tulisan yang berotot isi angin dan padat bal-balan?


P.S:

saat saya menulis ini, saya lagi berada dalam keadaan yang sok tahu tahi ayam.. jadi terserah anda, mau ikut-ikut orang sok tahu tahi ayam, mau ikut orang tua, mau ikut pacar, mau ikut tukang sampah juga boleh,,

Sekilas Info di Aegea Raya

Hello blog.. how are you?? are you okeh-okeh saja? mohon maab saya baru bisa apdet lagi.. tumpukan tugas akhir yang dikasih dosen ternyata amat-sangat-menyika.. dan, oh.. seinget gue, masih ada 2 tugas akhir lagi yang mesti gue kerjain sebelum deadline di minggu pertama bulan Juni, dan oh yeah. bulan Juni itu, GUE UAS!!

Well, apa saja yang gue udah lewatin beberapa hari ini?? dunia semakin ramai saja sepertinya, sampe bingung mau nulis yang mana... ah, well.. tapi gue coba saja lah.. here we go!!


Baru-baru ini gue mudik ke Jakarta, yaah, ada sedikit urusan keluarga sih. Jadi gue balik ke Jakarta hari kamis subuh, menyelesaikan semua urusan, mencicipi kembali yang namanya masakan rumah *sumpah itu enak banget!!!* dan kembali pulang ke Bandung pas hari Jumat subuh. Tapiii, ketika di hari Jumat gue bersiap-siap untuk kuliah, dosen gue menelpon dan mengabari kalo hari itu semua kuliah dibatalkan karena SBY mau dateng ke Bandung buat mengabarkan siapa yang menjadi pendampingnya di Pilpres 2009, Boediono.




Hmmm.. hebat juga SBY. Bisa berpikir out of the box, dan membuat badai politik karena keputusannya untuk mengambil cawapres yang bukan berasal dari politisi. Ya, Pak Boediono adalah seorang ekonom, bukan seorang politisi. Dan berati itu BAGUS!!! Entah mengapa, gue udah jijay sama yang namanya politisi. Sori, bukan berati gue memukul rata semua politisi itu busuk semua, enggak, bukan begitu maksud saya. Tapi, pada kenyataannya, yang keliatan di mata publik adalah berita, fakta, dan bukti yang menunjukkan (dan membuat gue mau gak mau harus memukul rata) kalau yang namanya politisi itu busuk semua.

Yaaa sejauh ini, bereferensi dengan yang dikabarkan oleh media massa, sosok seorang Boediono adalah seorang yang cukup ideal untuk mendampingi SBY di ajang Pilpres nanti. Yang gue suka, dia itu adalah seseorang yang irit bicara, tapi banyak kerjanya. Berkebalikan dengan rata-rata politisi yang irit kerja, banyak bicaranya.

Yah, kita lihat saja bagaimana kiprah duet SBY Berbudi nanti ya.. mudah-mudahan kemenangan di atas kertas berubah menjadi kemenangan yang sebenernya.

Hmmm,, berita tentang Boediono, sudah. Sekarang apa lagi ya??

Oh, sekarang gue butuh banget yang namanya leptop. Gue sekarang lebih sering di kampus dari pada di kosan. Tugas menumpuk, lebih sering nebeng hotspotan di kampus pake laptop temen sambil diskusiin tugas. Haiiiaaaaaahh.... bagaimana iniiii?? Leppy oh leppy..


Acer 4736


atau Acer 4935

Berita tentang gue yang butuh laptop sudah, lanjut lagi dah.

Baru-baru ini, dan entah untuk yang keberapa kali, gue makan lagi di warung sate yang itu. Entah mengapa, setiap gue kesana, adaaa aja kejadian yang bikin gue ketawa, sebel, ato campur-campur kaya nano-nano.

Naaah,, kejadian yang kali ini gue alamin adalah: tukang sate nya minta transfer video bokep 3gp dari hape gue.

Yep, anda tidak salah membaca. VIDEO BOKEP!! *tuh, udah gue tulis pake hurup gede*

Kejadian itu bermula ketika gue lagi makan sate, dan tiba-tiba tukang satenya itu bilang:

"Cak, punya pilem gak?"

Gue yang lagi nyeruput kuah soto langsung ampir keselek, dan membalas:

"Filem gini??"


*tangan gue kepalkan, tapi dengan posisi jari jempol terjepit di antara jari tengah dan jari telunjuk, dan kuku jempol menyembul keluar. Ya ya ya. anda pasti mengerti maksud saya kan?? gerakan tangan yang menyimbolkan itu tuh.. ehem.. jadi gak enak.. ah, pasti anda mengerti lah..*

Dan si tukang sate itu mengangguk dengan semangatnya!!!! *LOL*

Okeee, kebetulan gue udah sebel sama itu tukang sate. Bayangin, gue lagi makan, dan tau-tau gue ditanyain apakah gue punya film bokep berformat 3gp di hape gue. Gue kasih lah tu film. Gue transfer pake blutooth. *gila, tukang sate aja hapenya bisa bluetooth*

Dan sodara-sodara, keputusan gue untuk ngasi film bokep ke tukang sate itu adalah keputusan yang amat sangat goblok. Kenapa?? karena semua "tukang" yang ada deket situ langsung nimbrung ke warung sate tempat gue makan.

Fak.

Ya tukang sate yang satunya lagi, ya tukang tambel ban, ya tukang angkot, ya tukang nasi goreng, gak lama kemudian langsung ngerubutin itu hape yang baru aja gue kirimin video bokep. Untungnya gue udah selese makan, dan langsung kabur dari warung jahanam itu.

Ah, well.. pelajaran moral yang bisa diambil dari postingan kali ini adalah: jangan pernah ngasi video bokep ke tukang sate, dan ternyata, tukang sate itu juga suka bokep ya?? huahahahahaha.. sumpah gue langsung ngakak sendiri pas inget-inget kejadian waktu itu.

Hmm.. tampaknya sudah cukup gue update blog gue kali ini, oh, dan maaf, postingan saya kali ini juga tidak ada maksud sama sekali untuk turut mengkampanyekan tokoh yang nanti akan saya pilih dalam pilpres mendatang. Ah, well. musim tugas akhir masih belum berakhir, jadi mohon maaf kalo gue jarang apdet lagi. Sampai jumpa di postingan berikutnya.


Hospitality in Building a Relationship


In daily relationship between individuals, we could feel the existence of friendly individuals and the unfriendly ones. We will have a better relation when we are facing friendly individuals rather than the unfriendly ones.

At a glance, hospitality is often regarded as an outer appearance, an effort for showing our politeness, or just a ritual in social interaction. However, true hospitality is come from the deep of an individual’s soul that comprehends with the basic needs of human psychology.

The true hospitality is not the same with the appearance that built with a lot of smiles and beautiful words. It can be said so, but a million of smiles and beautiful words will lose its meaning if they are not coming from the deep of our soul. That kind of hospitality will not last for long. It is only a form of a tiring psychic deficiency. Sooner or later it will be faded or maybe disappear.

True hospitality is rooted from a human’s soul that trying to fulfill their relative’s four basic psychological needs. The four kinds of needs are the need of acceptance, acknowledgement, respect, and comprehension. Those are often called as the basic psychological needs because every individual needs those elements to be fulfilled. Thus, the true hospitality is formed from every attitude or behavior that comes from humans who makes their relatives feels of being accepted, respected, acknowledged, and comprehended.

An individual who does not get those four basic needs fulfilled, especially if it happens at a chronic stage, will appear like a person whom suffers a mental illness. A person who suffers from a mental illness is like a person who has a toothache. They will appear as humans whom are having difficulties for making a good and proper relationship.

Thus, a sincere hospitality is a moral value which has a great role in decreasing the mental pain. It also will take part in growing a good and proper relationship between individuals. In the contrary, the lack of hospitality could threaten the relation’s quality. That will become one of many causing factors that increases the number of people who suffers from a mental illness.

Hospitality is one thing that worth to be struggled for its realization. The question is how could we struggle for it?

These are some suggestions that could be used for consideration:

1. Every individual is always trying to remember that every human whom he or she met is one of God’s creations that have the right for being accepted, acknowledged, respected, and comprehended. Maybe everyone knows that, but the important thing is not only just to know. The important thing is remember what is the thing that being known.

2. Every human is always trying to realize that every person whom he or she met in daily relationship is an individual who not only live with rational consciousness, but also with their sub-conscious affection. The awareness of the role from the sub-conscious affection is very important in order to grow a tolerance with the diversity of habits and behaviors from every individual we have met day by day. That awareness is also important for growing a tolerance with the attitude and behavior ‘oddity’ that may come from people who make relation with each other. The awareness about the role of sub-conscious affection enables us for not easily judged the people that hard to understood, for not easily astonished when we are having bad experience from other people, and it also enables us to understand other people sincerely.

3. Every person is trying to build a relation with other people, serving and working in the middle of their daily life with an optimum rational consciousness. In effort to grow such kind of consciousness, we could use some of these ways:

  • Focusing our attention into our life, events, jobs, and here-and-now activity. We may sometimes flews our mind to things in the past or future. But it does not means that we are stuck with the past and being late for predicting the future.
  • Avoid automatic (suddenly popped out from your mind), compulsive (naively believing), and habitual (based on habitual behavior) reactions. Try to make responses through the consideration of conscious ratio or clear reasoning for replacing reactions that suddenly comes out from beyond of such kind consideration.
  • Continuously expand our knowledge and perception by reading a lot of books, learning, and practicing.
  • Do not suddenly show our reaction although our emotion is skyrocketing.
  • Do not return any un-politeness with other un-politeness.
  • Put hospitality on a highly respected and important value in order to realize a good and proper relation between individuals.

Eventually, people who give their hospitality for their relatives, in fact, have nothing to lose. As the matter of fact, that is the initiate point from the process of receiving more kindness in the future. Humans will never lose anything by giving kindness and hospitality, because if they are giving their kindness and hospitality to each other, they will get more kindness and hospitality in return.



p.s:

1. Taken from Intisari magazine issued on March 2003, 'Keramahan Dalam Berelasi', translated with some adaptations *and mistakes, for sure.. hahaha..*

2. Ampun Pak Tom.. artikel segini aja saya jungkir balik nerjemahinnya.. huiks.. masih ada 3 artikel lagi yang belon diterjemahin.. huaah.. nasib jadi anak sastra.. x(

3. Oh my.. gue terpana dengan hasil terjemahan gue sendiri..



KKN, dan Papan Gilesan.. x(


Hell yeah.. gak berasa udah mau musim ujian lagi. x( Tag board di tembok gue udah penuh dengan jadwal ujian dan daftar deadline tugas akhir semesteran yang mesti gue kerjain biar bisa ikutan UAS. Great. --"

Ujian makin mendekat, tugas makin banyak, dan itu juga berati hitungan mundur buat gue kkn di desa semakin pendek. KKN, kuliah kerja nyata. di desa. di kampung. in the middle of nowhere. di tempat yang sinyal hape pun males walaupun hanya sekedar mampir. bla bla bla.. yadda. yadda.

KKN, kuriling-kuriling nyatu kalo kata temen gue. Is it an important thing to do?? going to an area located far-far away from central of civilization?? *hyperbolic mode on* Ah, well.. sebenernya gue kurang setuju sama program ini. Kenapa? karena itu gak sesuai sama bidang yang gue pelajarin.

Helloo??? gue ini adalah mahasiswa sastra, gue butuh yang lebih dari ituu.. kirim gue ke kedutaan kek, kirim gue ke tempat yang bisa gue jadiin tempat belajar penerjemahan kek. Kirim gue jadi tenaga penerjemah kek, ato apalah-apalah, yang penting langsung bersentuhan dengan bidang gue. Sial.. ternyata mahasiswa jurusan D3 lebih beruntung karena bisa magang di tempat yang sesuai dengan bidang jurusan mereka masing-masing. *ngiri mode on* Sekarang gini deh.. kalo gue kkn, paling-paling gue ngajar di sekolah. Sori, bukan gue berlagak sombong gak mau ngajar, tapi gue ngerasa kalo GUE GAK PUNYA BAKAT NGAJAR SAMA SEKALI!!

Oke? gak kebayang kalo gue nanti bukannya ngajarin basic grammar ke anak-anak sekolah tapi gue malah ngajarin posisi Kamasutra dan menceritakan kalau Miyabi tidak tidak terkena aids dan kemudian mati, melainkan pindah rumah produksi (yang berakibat filmnya sekarang uncensored semua :p *dibunuh para guru*). See?? gue rasa tanggung jawab moral gue terlalu besar kalo gue jadi seorang pengajar di sekolahan.

Ah, kkn di desa. Aargh.. I'm gonna miss my computer badly. Bayangkan, tak ada akses internet, tak ada komputer (mudah2an ada yang bawa laptop, jadi paling enggak gue bisa maen zuma), tak ada Altec Lansing. Tidak tidak tidaaaak.. Ah, terkesan kalo gue manja sekali ya? termanjakan segala fasilitas berteknologi canggih yang ada di kamar gue. Hmmmm.. I hope I can get through this. ;)

Oh yaaa.. satu lagi.. masih juga imbas dari teknologi: GUE CUMAN BISA NYUCI PAKE MESIN CUCI.

Hebat? ato memalukan? ah, tapi gue rasa gak malu-maluin amat sih.. hari gini gitu?? sapa yang gak punya mesin cuci? Oh.. tunggu.. apakah nanti di tempat gue kkn ada mesin cuci?? ADA GAK YAA??

Mati gue kalo gak ada.. bayangkan.. dari ini:


hmmm.. tak ada nyeri pinggang



Tau-tau berubah jadi ini:

nyeri pinggang di depan mata x(

Yaiks.. it seems that i'm gonna miss my laundry man.. Somebody, please teach me how to use the 'papan gilesan' correctly.. *sobbing*


p.s: Bagus! udah hampir setengah empat pagi, gue malah ngeblog, bukannya bikin essay tentang pemilu... --"

Antara Gue Dengan Bule...

Ternyata, menjadi seorang mahasiswa sastra inggris tidak menjamin kalau suatu saat nanti harga diri gue jatoh gara-gara bahasa yang gue pelajarin sendiri. Yes, harga diri jatoh karena bahasa inggris. Bukaan, bukan karena kesalahan grammar ato karena glagapan, tapi karena objek yang gue ajak bicara itu bisa bahasa Indonesia.

Uh huh, beberapa bule yang pernah gue ajak ngomong ternyata bisa bahasa Indonesia. I mean, they REALLY COULD speak Indonesian, fluently. Oh, almost forgot, they speaks our mother language too, and again, fluently.

Great huh?

Baru-baru ini, ketika gue sedang makan sate di warung sate langganan, gue ngeliat ada satu ekor bule pesen satu porsi sate ayam. Ketika itu bule duduk di hadapan gue, otomatis gue mencoba untuk menyapanya dengan bahasa Inggris, dan yah.. dia membalas gue dengan menggunakan bahasa Inggris juga.

Dan ketika sate pesenan dia udah mateng, dia mengambil kerupuk dan berteriak dengan lantangnya kepada si tukang sate

"Iyeu krupuk naon kang? krupuk udang?"


WTF?? Apa kuping gue menipu? dia bicara apa tadi? kang? APA TADI DIA BICARA DENGAN BAHASA SUNDA??!!

Lantas gue tanya apakah dia bisa bahasa Indonesia? dan dia jawab,

"Ya, saya bisa, saya sudah 10 tahun tinggal di Bandung."

Jrit, harga diri gue langsung gak berharga lebih dari segulung timah putih di toko listrik. Rasanya gue pengen masukin sendal ke mulut bule keparat itu.

Ini ada kisah lain lagi. Waktu itu jaman gue SD mau naik SMP, ketika gue ke Bali, gue mencoba untuk bersosialisasi dengan bule-bule di sana. Singkat kata, ketika gue di pantai, gue mulai untuk mendekati salah satu bule dan mencoba buat ngomong pake bahasa Inggris dengan mereka. Itung-itung nambah pengalaman kan gak papa ya?!

Oke, gue dapet satu bule, dan gue mulai praktekin semua pelajaran bahasa Inggris yang gue dapet di sekolah dan dari bokap gue. Ketika gue mencoba untuk mulai bicara, tiba-tiba gue gagap setengah mampus. Dan ketika itu bule ngeliat gue gagap megap-megap, tau-tau dia ngomong gini:

"Asal lu darimane cil?? kalo lu gak bisa pake bahasa Inggris pake bahasa Indonesia aje, gue juga bisa pake bahasa Indonesia dan Betawi. 7 tahun gue tinggal di jakarta, sekarang gue lagi liburan sama keluarga."


Wat de fak?? Dia bisa bahasa Betawi?! Sumpah gue langsung nyengir dan langsung kabur dan mengubur pengalaman memalukan tersebut sampai akhirnya gue kena batunya lagi beberapa waktu yang lalu, dengan bule keparat yang udah gue ceritakan di atas.

Well.. shit happens sometimes.


Berubah Wajah.. (lagi, entah untuk yang ke berapa kalinya) :D

Yak.. lagi-lagi ini blog berubah wajah. Jadi berwarna putih, lebih bertoleransi kepada para pengunjung yang miskin bandwith (entah karena sengaja dateng ato gak sengaja nyangsang di blog ini.), lebih sederhana tampilannya, dan intinya, gue suka!

Ah, well.. tapi ada konsekuensi yang mesti gue tanggung kalo gue memutuskan untuk merombak wajah blog gue ini: widget pada ngilang. Dan yang ilang kali ini adalah widget blogroll gue.

Great! --;;;;

Dan gue hanya inget beberapa alamat blog temen-temen gue sesama blogger. Jadi, buat yang mau di link namanya disini, tulis aja ya di comment. Ntar pasti gue link lah.. tenang saja.

Oh, btw, kalo ada yang tanya kenapa gue pake gambar Spongeb0b lagi melotot sebagai header, jawabannya adalah: yah.. karena gue juga suka Spongebob. hehehe.. Sampai jumpa di postingan selanjutnya.

Akhir Masa Hiatus, Bersyukur, Dedikasi.

Oke, gue tau kalau gue udah lama gak posting dan membiarkan blog ini lumutan dengan sukses. Ah, well.. gue rasa gue lagi dalam masa hiatus.. bingung mau nulis apa.. jadi maaf-maaf saja ya sodara.. para pembaca sekalian. Menulis ternyata bukanlah hal yang mudah.

Hmm.. apa saja yang terjadi belakangan ini? Politik makin ramai.. ada kasus pembunuhan yang melibatkan ketua kpk, ada kasus flu babi yang mudah-mudahan gak naik lagi ke level 6.. ohya, ada satu lagi, ada gue yang lagi banyak bersukur dan gue yang lagi kagum. *narsistik mode on*

Mari saya bahas bagian bersyukurnya lebih dulu.

Beberapa waktu lalu, gue naik angkot ke kampus, dan ngeliat pengamen kecil berbaju lusuh membunyikan alat musik seadanya buat nyari yang namanya duit. Sebenernya gue udah sering banget ngeliat mereka-mereka, hampir tiap hari malah.. Tapi entah mengapa.. gue baru berpikir dan ngeliatin mereka dalem-dalem waktu itu.. ngeliatin raut muka mereka dan berpikir apa yang harus mereka lalui di jalan, setiap hari, setiap waktu, gak kenal yang namanya libur. Yang penting mereka bisa makan tiap hari.

Dan gue pun mulai berpikir.

Gee, ternyata masih ada yang lebih tidak beruntung dari gue. Apa jadinya gue kalo kedua mendiang orang tua gue gak kerja di sebuah perusahaan yang lumayan ternama?? apa mungkin gue bisa ngerasain yang namanya bangku kuliah? apa iya gue bisa menikmati yang namanya internetan, dan punya komputer yang 'lumayan' canggih??

Betapa beruntungnya gue.. Betapa beruntungnya gue yang hidup pas-pasan. Pas pengen ini, tau-tau dikasih jalan buat mencari rejeki, pas pengen itu, pas ada uangnya.. dan keinginan gue bisa tercapai.. tapi yah kalo lagi gak ada rejekinya, ya gue diem. gak usah dipaksa.

Ah, well.. tampaknya hidup telah memberikan gue pembelajaran baru pada saat itu, dan sampai sekarang. Jadi, marilah bersyukur, dan biasakan hidup pas-pasan ;-)

Nah, sekarang mengenai bagian kagumnya.

Beberapa waktu lalu, dosen gue terserang stroke. Itu merupakan stroke yang kedua kalinya. Untungnya beliau hanya sebentar dirawat di rumah sakit. Nah, yang bikin gue kagum adalah: dedikasi beliau dalam mengajar.

Seharusnya, menurut logika, kalau seseorang terkena stroke, maka seseorang itu harus berada dalam masa recovery yang cukup lama,, bisa memakan waktu berminggu-minggu, bahkan berbulan-bulan. Tapi beliau tidak. beliau hanya memerlukan waktu seminggu. Ketika pas tadi pagi gue kuliah, gue sempet kaget dan bertanya, "Pak, sudah sembuh?" dan beliau menjawab "yaaa masih 80% lah sembuhnya, mari kita coba saja. Bosan saya dirumah cuman berhadapan sama bantal melulu."

Dan akhirnya gue kuliah pagi tadi.

Ketika gue ngeliat beliau, seakan-akan beliau mengalami kesusahan dalam berbicara, dan badannya pun bergetar. Ketika gue ngeliat beliau menulis, tangannya sudah bergetar dan agak susah dikendalikan. Tapi beliau tetap konsisten dan terus mengajar. Ya walaupun hanya 1 mata kuliah dari 2, tapi kami para mahasiswanya mahfum dengan keadaan beliau.

80% sembuh, dan beliau tetap mengajar kami, para mahasiswanya. Sumpah dedikasinya gokil banget. Salut dan angkat topi buat beliau. Ah, well.. tampaknya hidup kembali mengajarkan sesuatu hal yang baru buat gue. Gak gampang menyerah.

Memang, hidup itu adalah guru yang terbaik.
 

Copyright (c) 2013 Cerita Semprul All rights reserved | Dimodif sedikit oleh Bli Dharma | Sponsor: Free CSS Templates dan Free Blogger Template