Kembalikan Hak Kami, Para Pedestrian

Kaki lima, siapa yang tidak kenal? Dua kata ini sering diasosiasikan dengan Pedagang Kaki Lima, yang hobinya buka lapak di pinggir jalan. Tadinya cuma bawa pikulan, lalu berubah jadi gerobak, dan kemudian ojol-ojol jadi warung dengan isi yang lengkap dan segala atribut iklan lainnya yang terpasang di atap warung (mulai dari iklan rokok, sampai iklan kopi yang pas "susu"-nya)

Tapi, bukan para pedagang kaki lima yang saya maksud. Karena tetap, di mana pun mereka beroperasi, toh mereka tetap pedagang, mau bagaimanapun bentuknya. Yang saya maksud adalah tempat mereka berjualan. Lahan publik sempit, di pinggir jalan, yang lebarnya hanya lima kaki (1,5 meter), dan akhirnya membuat julukan pedagang kaki lima menjadi permanen.

Beginilah asal muasalnya, menurut Wikipedia, yang dimaksud dengan kaki lima adalah:
Sebenarnya istilah kaki lima berasal dari masa penjajahan kolonial Belanda. Peraturan pemerintahan waktu itu menetapkan bahwa setiap jalan raya yang dibangun hendaknya menyediakan sarana untuk pejalanan kaki. Lebar ruas untuk pejalan adalah lima kaki atau sekitar satu setengah meter.


Jadi, sebenarnya, yang dimaksud dengan kaki lima itu adalah trotoar, emperan jalan, atau apalah itu nama lainnya, Pokoknya, itu tempat di mana dulunya kaum pedestrian bebas berlalu lalang tanpa hambatan. Ya kalaupun ada pedagang, pedagang itu masih sopan dengan tidak membuat warung/lapak sembarangan (dipikir buang pipis kali ya sembarangan?)


Coba lihat ruang jalan yang sisanya paling cuman tak sampai 2 kaki
Tapi, sesuai perkembangan zaman yang semakin edan, saat ini kaki lima kian kehilangan fungsinya. Kalau dulu kaum pedestrian bebas lalu lalang, kemudian zaman berubah menjadi tempat warung dan orang berjualan seenak udel, kini kaum pengendara motor pun tidak mau kalah. Tidak mau kalah gilanya. Maksud saya, ayolah, yang bener aja sih? Masa iya motor naik trotoar? Kalau ada orang lewat, eh malah gedean dia congornya. Ah, kalau begitu keadaannya, ingin sekali rasanya saya tendang sekalian itu motor kurang ajar (beserta pengendaranya yang tak punya otak tentu saja).
Sumpah, rasanya pengen saya tendang itu orang-orang semprul
Sebenarnya bukan saya saja yang merasakan sebal akibat pengendara motor yang tidak karu-karuan seperti itu. Pak Anthony Ladjar juga sampai tidur di trotoar untuk menyalurkan protesnya. Tapi, saya rasa saya belum seberani Pak Anthony yang sampai tidur di trotoar (salut buat Pak Anthony). Pernah saban hari saya berpikir, itu para pengendara motor bisa menyervis motornya, tapi kenapa nggak otaknya gak diservis sekalian ya?
Aksi Pak Anthony yang nggilani
Aaah.. entahlah saya harus protes ini ke siapa. Saya juga termasuk pedestrian. Saya suka jalan kaki (karena saya nggak bisa lari). Saya suka mengamati pemandangan sekitar. Tapi semuanya kini rusak oleh kelakuan para pengendara motor kurang ajar, yang paling juga baru bisa dp motornya. Maaf kalau saya emosi, tapi ya memang saya kesal akibat kelakuan mereka. Apalagi kantor saya yang terletak di bilangan Slipi-Palmerah. Setiap pagi, adaaa saja saat di mana saya nyaris keserempet. Ya udah jalannya sempit bin macet karena masih ada sisa-sisa aktivitas pasar, tambah lagi angkot semprul yang hobinya ngetem orang bubar kereta,, aduh mak.. nasiib,,, nasib.. 

Andaikan saja pedestrian bisa seperti ini:


Ya begitulah kira-kira suasana pedestrian di luar negeri. Indah dan nyaman bukan? Tak dipenuhi oleh motor, gerobak, atau apalah. Amat sangat aman dan nyaman. Ah, lagi-lagi berkaca ke luar negeri. Tapi, ya begitu keadaannya. Saya ini juga turut membayar pajak ke pemerintah, agar bisa hidup nyaman, dengan fasilitas negara yang saya juga turut biayai. Tapi.. aah.. sudahlah.. tak ada gunanya mengungkit rahasia umum. Capek sendiri nantinya. Toh Anda semua pasti mengerti maksud saya tho?


KEMBALIKAN HAK KAMI, PARA PEDESTRIAN!


----------------------------------


Sumber: Google Image, kata kunci: Pedestrian, Pedagang Kaki Lima, Motor Naik Trotoar

Just Another Hiatus Post

Horeee.. blog ini lagi-lagi masuk hiatus. Tampaknya saya bukan blogger yang baik. Halah-halaah, bagaimana mau jadi penulis kalau hanya sekadar ngeblog saja malasnya bukan kepalang? Yeaah.. yang penting saya posting aja tulisan ini dulu deh, biar blog ini nggak bener-bener karatan. Sayang juga kalau jumlah traffic-nya terbuang sia-sia.

Hmmm.. yah, saya rasa segini saja dulu. Sebenarnya banyak hasil coret-coret yang sudah disimpan dalam bentuk Word dan siap di-posting. Tapi nanti saja dulu deh. Kalau saya tidak sibuk #tsaaah gaya lu maaa ma~!
 

Copyright (c) 2013 Cerita Semprul All rights reserved | Dimodif sedikit oleh Bli Dharma | Sponsor: Free CSS Templates dan Free Blogger Template